Salah satu objek wisata yang menarik
di Samarinda adalah penangkaran buaya Makroman. Lokasi penangkaran buaya ini
terletak di di desa Pulau Atas, Kelurahan Makroman, sekitar kurang lebih 17 km
dari pusat kota Samarinda dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat. Luas
kawasan penangkaran buaya ini kurang lebih 7 Ha dan telah di lengkapi sarana
dan prasarana wisata.
Jenis Buaya yang terdapat dipenangkaran
ini antara lain :
1). Buaya muara atau buaya bekatak
(Crocodylus porosus) adalah sejenis buaya yang pada umumnya hidup di
sungai-sungai dan di daerah muara laut. Daerah penyebarannya dapat ditemukan di
seluruh perairan Indonesia. Moncong spesies buaya ini cukup lebar dan tidak
punya sisik lebar pada tengkuknya. Sedangkan panjang tubuh sampai ekor bisa
mencapai 12 meter seperti yang pernah ditemukan di Sangatta, Kalimantan Timur.
Buaya muara adalah buaya terbesar di
dunia, jauh melebihi Buaya Nil (Crocodylus niloticus) dan Alligator Amerika
(Alligator mississipiensis). Penyebarannya juga “terluas” di dunia. Buaya muara
memiliki wilayah ekosistem mulai dari perairan Teluk Benggala (Sri Lanka,
Bangladesh, India) hingga perairan Polinesia (Kepulauan Fiji dan Vanuatu).
Sedangkan habitat favoritnya adalah di perairan Indonesia dan Australia.
Buaya muara mampu melompat keluar dari
air untuk menyerang mangsanya. Bahkan apabila kedalaman air melebihi panjang
tubuhnya, buaya muara mampu melompat serta menerkam secara vertikal mencapai
ketinggian yang sama dengan panjang tubuhnya. Buaya muara menyukai air payau
atau asin, oleh sebab itu bangsa Australia menamakannya saltwater crocodile
(buaya air asin). Selain terbesar dan terpanjang, Buaya Muara terkenal juga
sebagai jenis buaya terganas di dunia.
2). Buaya Siam (Crocodylus siamensis)
adalah sejenis buaya Crocodylidae. Buaya ini menyebar di Indonesia (Jawa dan
Kalimantan Timur), Malaysia (Sabah dan Serawak), Laos, Kamboja, Thailand, dan
Vietnam. Disebut buaya Siam karena spesimen tipe jenis ini dideskripsi berasal
dari Siam (nama lama Thailand). Buaya ini sekarang terancam punah di
wilayah-wilayah sebarannya, dan bahkan banyak yang telah punah secara lokal.
Secara fisik, buaya ini ukurannya maksimal
mencapai 4 m, namun secara umum panjang buaya ini hanya sekitar 2–3 m. Terdapat
gigir yang memanjang, nampak jelas di antara kedua matanya, keping tabular di
kepala menaik dan menonjol di bagian belakangnya. Sisik-sisik besar di belakang
kepala (post-occipital scutes) 2–4 buah. Terdapat sejumlah sisik-sisik kecil di
belakang dubur, di bawah pangkal ekor. Sisik-sisik besar di punggung (dorsal
scutes) tersusun dalam 6 lajur dan 16–17 baris sampai ke belakang. Sisik perut
tersusun dalam 29–33 (rata-rata 31) baris. Warna punggung kebanyakan hijau tua
kecoklatan, dengan belang ekor yang pada umumnya tidak utuh.
Buaya air tawar ini menyukai perairan
dengan arus yang lambat, seperti rawa-rawa, sungai di daerah dataran, dan
danau. Hewan ini umumnya berkembang biak di musim hujan; buaya betina bertelur
20–80 butir, yang diletakkannya dalam sebuah gundukan sarang yang dijagainya
hingga anaknya menetas. Telur-telur itu menetas setelah sekitar 80 hari.
Karena perburuan gelap dan rusaknya
habitat buaya ini di alam, IUCN memasukkan buaya Siam ke dalam kategori kritis
(CR, critically endangered). Pada 1992 populasinya bahkan sempat dianggap punah
di alam, atau mendekati situasi itu. Buaya Siam telah dilindungi oleh
undang-undang negara Republik Indonesia.
3). Buaya Senyulong (Tomistoma
schlegelii) termasuk dalam keluarga Gavialidae. Nama lainnya jolong-jolong, sampit, atau kanulong. Nama
Tomistoma schlegelii diberikan oleh Muller, 1838. Tomistoma berasal dari bahasa
Yunani tomos yang berarti pemotong atau tajam dan stoma yang berarti mulut.
Moncong senyulong memang pipih dan tajam. Sedang schlegelii berasal dari nama
penemunya, ahli zoologi Belanda H Schlegel.
Buaya ini memiliki ciri-ciri moncong
pipih dan tajam. Kulitnya berwarna kecoklatan waktu muda dan menghitam setelah
dewasa. Panjang maksimum mencapai lima meter, namun spesies ini potensial
tumbuh lebih besar. Buaya senyulong merupakan salah satu spesies buaya terbesar
di dunia. Panjangnya dapat mencapai 6 meter dan berperan besar sebagai predator
utama di alam.
Moncongnya yang pipih panjang sangat
cocok untuk menagkap ikan, namun sebenarnya senyulong adalah predator segala
jenis binatang dari serangga sampai mamalia. Anak buaya biasa makan kodok,
tikus, ular kecil, dan lain-lain. Kalau buaya besar bisa makan ular besar,
biawak, kura-kura & kancil.
Betina biasanya siap kawin pada ukuran
2,5-3 meter. Mereka membangun sarang dari daun kering atau lempung hingga
setinggi 0,6 meter. Sekali bertelur 20-60 butir dengan panjang telur sekitar 10
cm. Anak buaya menetas setelah 90 hari, namun karena tidak lagi diurusi
induknya, angka kematian sangat tinggi. Anak buaya biasanya dimangsa babi hutan
atau reptil.
Buaya yang merupakan spesies rentan
ini hanya terdapat di Indonesia dan Malaysia. Populasi terbesar di Sumatera dan
Kalimantan. Spesies buaya ini hidup dan berkembang di hutan rawa, dimana buaya
ini membuat sarangnya di bantaran sungai.
Hasil survei terbaru tim gabungan
International Union for Conservation Nature 7 Natural Resources Crocodile
Specialist Group (IUCN CSG) bersama-sama Proyek konservasi Berbak Sembilang
Wetlands International, bulan Agustus 2002, menunjukkan populasi buaya
senyulong disepanjang lebih dari 50 km sungai Merang, tahun ini hanya didapat 3
ekor buaya senyulong. Itupun berukuran kecil, panjangnya antara 1,5 – 2,0
meter. Padahal tahun 2001 lalu masih ditemukan 15 ekor buaya senyulong. Namun
setidaknya ada kabar gembira dari penangkar buaya di Palembang, PD Budiman,
yang ternyata memiliki koleksi buaya senyulong sebanyak 108 ekor. Dalam
penangkaran, buaya senyulong ternyata bisa berkembang biak dengan baik.
Sebenarnya buaya ini menghasilkan jumlah telur terbanyak dibandingkan spesies
buaya lainnya. Namun, pengetahuan mengenai kebutuhan ekologi maupun habitat
spesies ini masih sangat minim.
0 komentar:
Post a Comment